Wacana tentang kekuatan kekuasaan politikyang dimaksud dalam tulisan ini adalah dengan bertitik tolak dari analisis sistem yang dikemukakan oleh Gabriel A. Almond, bahwa dalam sistem politik, terdapat struktur-struktur politik atau lembaga-lembaga politik yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu demi berjalannya proses politik. Bagaimanakah proses politik itu dapat berlangsung dengan baik, dapat dipahami jikalau kita melihatnya dari perspektif teoritis sistem politik suatu negara yakni dengan cara melakukan pendekatan yang disebut sebagai “teori struktural-fungsional”. Teori ini bertitik tolak dari asumsi dasar, bahwa suatu sistem politik terdapat fungsi-fungsi yang harus ada demi keberlangsungan hidup sistem politik yang bersangkutan. Pendekatan teoritis ini memusatkan perhatiannya pada usaha-usaha untuk menemukan beberapa fungsi politik yang ada dalam sistem politik, selanjutnya telaah tentang struktur politik apa yang menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Fungsi-fungsi yang dimaksudkan dalam sistem politik itu adalah fungsi input dan output. Studi ini memusatkan perhatiannya pada fungsi input yang terdapat di dalam struktur politik (infrastruktur politik) seperti misalnya partai politik, kelompok-kelompok kepentingan lainnya, dilihat sebagai kekuatan-kekuatan politik menjadi ukuran dalam sistem politik. Seperti partai-partai politik, kendatipun kehadirannya dalam wacana ilmu politik masih relatif muda, baru diperkenalkan pada abad 19 di negara-negara Eropa (Inggris, Perancis). Kehadiran partai politik itu penting sebagai bagian dari struktur politik. Struktur politik pada umumnya terkait erat dengan sistem politik. Dalam konteks ini, sistem politik dalam artian yang luas diibaratkan sebagai sebuah rumah yang menaungi berbagai lembaga dan menjalankan fungsi-fungsi politik dalam suatu negara. Dalam sistem politik itulah, sekali lagi saya katakan, ada struktur politik, juga partai-partai politik dan lembaga politik lainnya seperti, lembaga eksekutif, legislatif.
Dalam tataran teoritik, bahwa peranan partaipartai politik, menjadi faktor penting dan menentukan berfungsinya sistem kepartaian yang ada. Karakter sistem politik memberikan pengaruh terhadap kinerja sistem kepartaian. Artinya, ada semacam hubungan timbal balik antara keduanya. Kemudian disamping partai-partai politik sebagai kekuatan politik, dalam struktur politik adalah kelompok militer. Dengan menguatnya posisi kelompok militer, terutama dalam sistem politik Indonesia dan peranan mereka mempengaruhi atmosfir kehidupan politik dan juga intensitasnya dalam soal-soal politik ini tidak dapat dipandang sebagai suatu fenomena yang muncul secara tiba-tiba. Dalam konteks Indonesia, sejak proklamasi kemerdekaan, konstelasi politik tidak terlepas dari pengaruh keterlibatan kelompok militer. Menurut Yahya A. Muhaimin1 ada tiga alasan atau sebab militer aktif masuk ke arena politik dan berkembangnya peran militer dalam politik dalam kehidupan politik (sistem politik) yakni: (a).rangkaian sebab yang menyangkut adanya ketidakstabilan sistem politik. Keadaan seperti itu, akan menyebabkan terbukanya kesempatan serta peluang yang cukup besar untuk menggunakan kekerasan di dalam sistem politik; (b).rangkaian sebab yang bertalian dengan kemampuan golongan militer untuk mempengaruhi atmosfir kehidupan politik, bahkan untuk memperoleh peranan- peranan politik yang menentukan; (c).rangkaian sebab yang berhubungan dengan political perspectives kelompok militer yang menonjol antara perspektif mereka yang berkaitan dengan peranan dan status mereka dalam masyarakat dan juga berkenaan dengan persepsi mereka terhadap kepemimpinan sipil serta sistem politik secara keseluruhan. Dengan demikian, dua jenis kekuatan politik (partai politik dan militer) konseptual yang terdapat dalam sistem politik, menjadi perhatian utama dalam studi ini yakni konfigurasi politik pada sistem politik parlementer dan sistem politik demokrasi terpimpin.
rbaca selengkapnya: download
No comments:
Post a Comment